ABSTRAK :
Bandar Udara Adisutjipto ditingkatkan statusnya menjadi Bandara
Internasional. Hal itu dikarenakan semakin banyaknya pengguna transportasi
udara saat ini, sehingga kegiatan latihan terbang militer yang telah ada
kedepannya akan dibatasi atau ditiadakan, sehingga dikembangkanlah Bandar
Udara Gading yang akan digunakan sebagai bandara penunjang kegiatan
terbang militer tersebut. Oleh karena, penulis mengkaji pengembangan sisi udara
yang meliputi runway, taxiway dan apron serta alat bantu navigasi di Bandar
Udara Gading ini. Metode yang digunakan untuk menganalisa kelayakan Bandar
udara tersebut menggunakan ketentuan ICAO dan FAA
Fasilitas sisi udara di Bandar Udara Gading pada tahap pengembangan ini
memiliki dimensi runway (1400 m × 45 m), runway longitudinal slope (0.5%) dan
runway tranversal slope (0,05-1,40 %). Dimensi taxiway (106 m x 18 m), taxiway
longitudinal slope (1,25 %) dan taxiway tranversal slope (1,5 %). Apron dengan
dimensi (70 × 110 m), longitudinal slope (0.5%) serta apron tranversal slope (0.5
%) sudah memenuhi ketentuan ICAO dan FAA. Dalam pengembangan ini fasilitas
alat bantu navigasi masih belum ada, namun kedepan akan ada rencana
pemasangan alat bantu navigasi berupa DME dan atau NDB.
Dasil hasil analisis dapat disimpulkan bahwa fasilitas sisi udara yang
meliputi runway, taxiway dan apron pada Bandar Udara Gading sudah
memenuhi standar ketentuan ICAO untuk katagori 2A dan FAA untuk aeroplane
design group I dengan critical aircraft, yaitu pesawat KT-1B. Fasilitas alat bantu
navigasi belum terdapat pada Bandar Udara Gading, sedangkan menurut SKEP
MENHUB nomor 47 tahun 2002 fasilitas alat bantu navigasi minimal meliputi
NDB, VOR dan DME, sehingga di Bandar Udara Gading minimal harus memiliki
salah satu dari tiga alat bantu navigasi tersebut untuk menjamin keselamatan
penerbangan.
Kata kunci : Runway, Taxiway, Apron, ICAO, FAA, KT-1B,
|