ABSTRAK :
Kinerja lapangan udara mencerminkan kemampuan pesawat beroperasi di
berbagai kondisi. Meskipun spesifikasi pesawat biasanya tercatat dalam
dokumentasi pabrik, informasi kinerja mendarat seringkali terbatas pada kondisi
permukaan laut. Ini menjadi tantangan bagi operator dan otoritas bandara seperti
PT Angkasa Pura dalam merencanakan pengembangan infrastruktur bandara.
Solusinya adalah melakukan analisis kinerja mendarat dengan mempertimbangkan
variasi elevasi landasan pacu, memungkinkan penyesuaian yang lebih tepat dan
efisien.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan total jarak landing pada
pesawat Boeing 737-300 di berbagai bandara di Indonesia, seperti Soekarno-Hatta
dan Juanda, terkait dengan perbedaan ketinggian landasan pacu. Sebagai contoh,
Soekarno-Hatta dengan ketinggian 10 mdpl memiliki total jarak landing sebesar
2376,030 m, sedangkan Juanda dengan ketinggian 3 mdpl memiliki total jarak
landing 2341,528 m. Perbedaan ketinggian ini mempengaruhi performa landing
pesawat. Ketinggian landasan pacu juga berdampak pada densitas udara,
meningkatkan stalling speed dan flare speed. Akibatnya, ketinggian flare
meningkat, memperpanjang jarak approach, dan menambah total jarak landing
pada pesawat Boeing 737-300. Perubahan ketinggian landasan pacu memiliki
implikasi signifikan terhadap operasi pesawat di berbagai lokasi.
Kata Kunci: Total jarak landing, Ketinggian, landasan pacu
|